“Oh Dedy yah? Hmm… Dia pedenya terlalu tinggi”

Itu respon istri dan seorang temannya ketika mereka bicara tentang saya.


Have I always been this confident?
The answer is “No”.

Dedy Ong kecil bukan anak yang menonjol. Di sekolah, selain teman sekelas, banyak teman seangkatan yang gak tau saya ada di sekolah bareng mereka.

Selalu di bawah radar. Gak muncul ke permukaan. Gak menonjol. Gak spesial.


Selain badan kurus tinggi ceking (sekarang aja jadi buncit), saya dulu juga punya masalah jerawat akut yang bikin super gak pede. Permukaan wajah saya bisa disamain sama permukaan bulan, ga ada yang rata. Jerawat batu sampe merah-merah, gede-gede. Kebayang kan? No pic ya. 😅


“Lah, trus gimana bisa dari minderan, jadi pede banget seperti sekarang ini?”

Jadi gini lho.

Saya kan tipenya suka bertanya, mikir dan analisa ya.

Saya dalam kesendirian, pernah bertanya sendiri dan bikin jawaban sendiri. Ada 4 pertanyaan yang saya ulang terus:

1. Do I ask to be born with acne? Nope.
2. Did I wash and take care of the cleanliness of my skin? Yes.
3. Have I tried to find lots of doctors to cure my acne? Hell, I did.

dan pertanyaan pentingnya:
4. IS THERE SOMETHING I CAN DO ABOUT THIS? NOPE.

Artinya, jerawat parah di wajah saya, bukan sesuatu yang saya minta. Ada karna faktor keturunan. Faktor kondisi kulit saya. Emang udah sesuatu yang ga bisa saya ubah.

Ga semua orang mengalami kulit sensitif. Tapi saya juga udah coba banyak cara mulai dari jaga kebersihan sampe cari dokter spesialis untuk sembuhin. Ya ternyata gak bisa juga.

Trus, saya bisa apa?

GA ADA. NOTHING I CAN DO.


Dari 4 pertanyaan itu lah, saya semacam dapat pencerahan, bahwa percaya diri ga boleh ditentukan oleh faktor yang di luar kuasa kita. 🔥

I am who I am.
I am not defined by my appearance.
There’s more to me rather than just my look.


Sejak paham itu, saya dobrak semua yang ga berani saya hadapin karna gak pede dulu. I showed up. I took responsibilities. I put myself out in public.

If I can’t control it, I won’t make a fuss about it.


Well, terakhir, saya baru tau, bahwa cara berpikir seperti ini, ada istilahnya, yaitu filosofi “STOICISM”.

Kalo blom tau, google aja. Jangan manja.