Thoughts & Memories of Small Retirements Throughout Life.

Makan Kalap Selama 4 Jam & Meramal Nasib di Petak Sembilan

Nge-scroll timeline twitter, tiba-tiba muncul hashtag #VisitPetak9. Saya tau hashtag ini sejak beberapa waktu lalu saat temen saya, @DwikaPutra, memulainya pertama kali. Ini adalah program “tour” seru-seruan Dwika buat semua orang yang pengen keliling daerah “Petak Sembilan”, his home, his neighbourhood.

Setiap kali mendengar kata “petak sembilan” di kawasan Glodok, Jakarta ini, saya kok selalu mikir tempat ini seperti daerah persilatan dan banyak pendekar yak? Hahaha.

Karna saya sedang berada di Jakarta dan #VisitPetak9 dilakukan di sabtu pagi, tanpa mikir, saya langsung daftar ikutan! Kali ini harus jadi! Dengan busway saya bareng ade nyampe di meeting point Halte Glodok 30 menit lebih awal. Sambil menunggu, saya scroll timeline Dwika untuk melihat siapa lagi peserta lainnya.

SKSD Modal Liat Foto
Salah satu yang confirm via twitter adalah Mba Renny. Saya melihat profile dan masuk ke blognya yang kebetulan ada fotonya.
Belakangan saya menyadari saya punya kemampuan mengenali wajah orang bahkan hanya melihat dari fotonya saja. Haha. Kadang suka pengen ngetes “ilmu”. Hari ini tidak terkecuali. Saya mencoba melihat sekilas foto mba Renny. Setelah hampir 20 menit, muncul seseorang yang mirip. Tanpa melihat ulang, saya hampir yakin itu dia.

Menunggu sebentar, akhirnya saya hampiri.
“Mba, ikutan #VisitPetak9?”
Jawaban mba-mba ini akan mengukuhkan kemampuan saya, atau malah bikin buyar keyakinan saya.

“Iyaa…”
Untunglah, saya benar. 😀

Ngobrol-ngobrol bentar, akhirnya Dwika muncul menunggu diluar halte berbaju merah berbadan besar. You can’t possibly not notice him. Bersama-sama kita jalan menyusuri jalanan di daerah Petak Sembilan.

Walaupun tidak tau pasti dimana sebenarnya daerah Petak Sembilan dimulai dan berakhir, tapi Dwika tau banyak tentang cerita-cerita disini dan yang terpenting, dia tau makanan-makanan enak disini. Hahahaha.

Jalanan
Menyusuri jalan-jalan kecil di petak sembilan yang kebanyakan bisanya dilalui oleh satu mobil, kami melewati banyak rumah-rumah tua. Terlihat daerah ini sudah ada sejak lama dan hampir tidak terlalu banyak berubah. Kami berbelok ke kanan dan terlihat lah pasar tradisional yang rame.

Suasana pasar Petak Sembilan. Dwika berbaju merah.
Suasana pasar Petak Sembilan. Dwika berbaju merah.

Yang unik dari pasar di petak sembilan ini adalah toko-toko cina yang masih ada dan punya nama-nama mandarin yang jarang kita temui di bagian lain Jakarta. Bahkan, ada iklan yang baru ditempel ditiang listrik yang bertuliskan huruf mandarin seluruhnya. Yes, all of the wordings are in Mandarin. Hahaha. I cant even read them all.

Shop sign di Petak Sembilan
Shop sign di Petak Sembilan

Melewati beberapa toko dan stall, saya memperhatikan memang disini warga tionghuanya banyak, namun berbaur dengan baik dengan suku lainnya. Perasaan berada di celestial movie channel terasa banget disini. Kita seperti terlempar ke negri tiongkok dengan cita rasa Indonesia.

Buah Lontar & Kopi Es Tak Kie
Tujuan pertama pagi ini adalah sarapan di kedai kopi es Tak Kie. Konon, jika anda harus memilih satu tempat untuk dikunjungi di petak sembilan, kedai kopi inilah pilihannya.

“Pernah coba makan buah lontar?”, Dwika tiba-tiba berhenti di gerobak pedagang buah lontar dan menoleh bertanya ke saya.
“Eh, belum”, jawab saya sedikit kaget trus excited.
“Berapa mas?”, Dwika bertanya ke mas-mas yang mungkin sudah mangkal disana sejak pagi buta.
“25 rebu”, jawaban si mas bikin saya dan Dwika kaget.

Saya ga tau soal harga buah lontar, but twenty five thousands sounded like this is a rare fruit! Hahaha. Anyway, anyhow, saya pengen nyoba, akhirnya saya beli juga. Rasanya? Teksturnya mirip rambutan, cuma ga ada bijinya, berair seperti kelapa, dan sedikit berlendir.
Ada banyak penjual buah lontar di kawasan ini.

Buah Lontar
Buah Lontar

Kami melanjutkan berjalan melewati banyak penjual makanan di sisi kiri dan kanan. Menu makanan disini penuh dengan istilah-istilah cina.

Penjual makanan. This is like one big food court with stalls scattered around.
Penjual makanan. This is like one big food court with stalls scattered around.

Setelah berjalan belok sana sini diantara penjual sayur mayur, buah, daging dan makanan, kami tiba di Tak Kie! Jujur, kalau sekarang diminta untuk menunjukkan jalan kesana, mungkin saya tidak langsung ngeh. Soalnya sepanjang jalan mata sibuk melihat kesana kemari, gak merhatiin rute. Haha!

Tak Kie ini kedai kopi kecil yang berada diantara lot-lot kios pasar. Despite being small, this coffee shop was full of people sipping coffee and chit-chatting. The buzzing sound in the morning added up lots of great ambience.

Kita akan disambut warning ini di depan kedai kopi. Barongsai ternyata cukup mengganggu di kawasan ini. Sampe dilarang. Hahaha.
Kita akan disambut warning ini di depan kedai kopi. Barongsai ternyata cukup mengganggu di kawasan ini. Sampe dilarang. Hahaha.

I dont fancy coffee, tapi datang ke kopitiam dengan nama “kopi es tak kie”, it just didn’t make sense if you don’t try their coffee! Logic! Akhirnya mesen kopi es dan semangkuk bakmi BABI. Yes, menu disini ada BABInya. Rasanya? Jangan ditanya. Daging babi cincang yang dipadu dengan mie karet yang kenyal, trus semeja dengan teman baru berbagi cerita, bikin rasanya ENAK berlipat-lipat.

Kopi Es, Otot Sapi, Mie Ayam dan Sup Bulus
Kopi Es, Otot Sapi, Bakmi Babi dan Sup Bulus

Selain bakmi, Dwika dan Mba Renny masing-masing memesan otot sapi direbus dengan teh dan ada potongan lobaknya serta sup bulus. Saya sempat mencoba otot sapi pesanan Dwika. Surprisingly, teksturnya sangat lembut. Rasanya sedikit manis. Enak!

Mba Wiwin yang bergabung sedikit telat, memesan mie ayam karena tidak boleh makan daging babi.

HAM BALI
Dwika bercerita, ada 1 makanan yang harganya mahal tapi jadi favoritnya sejak kecil. Jadi dia rela tidak jajan demi bisa membeli makanan ini. Yes, nama makanannya HAM BALI. Ini adalah daging BABI yang diiris tipis (mirip beef yang di slice tipis), trus diasap, dibekukan, rasanya asin. Kebayang? Haha. Saya dan mba Renny memutuskan membeli.

Ngko lagi slicing daging babi dinginnya. Dibuat tipis-tipis. Surga!
Ngko lagi slicing daging babi dinginnya. Dibuat tipis-tipis. Surga!

Rasanya enak karena bau diasapinnya sangat terasa, trus dingin, asin dan tentunya rasa daging babi. Ugh!

Gado-Gado Direksi

Tidak jauh dari penjual ham bali, di sudut jalan, ada sebuah rumah kayu bertuliskan Gado-Gado Direksi. Kata Dwika, this is like the best gado-gado ever. Dengan jari telunjuk dan jempol disatukan di depan bibir, trus gerakannya menjauh. Kalau dideskripsikan dengan kalimat, pastilah itu “mamamia lezatosss”.

Mba Renny dengan "Ham Bali" kami dibawah Gado-Gado Direksi.
Mba Renny dengan “Ham Bali” kami dibawah Gado-Gado Direksi.

Karna perut sudah kenyang, kami hanya membeli 1 bungkus gado-gado untuk dimakan bareng-bareng nanti.

Wisata dadakan #VisitPetak9 kami lanjutkan ke beberapa tempat seperti Vihara, toko hardware Tian Liong, pusat perbelanjaan sekelas ITC versi petak sembilan dengan nama Chandra, trus juga sebuah gereja yang berarsitektur chinese. Beberapa foto tempat-tempat saya share dibagian akhir post ini.

Meramal Nasib

Saya termasuk yang suka diramal nasib. Iseng sih pengen tau seberapa akurat ramalan itu. Dalam agama Buddha sendiri, jalan hidup manusia ditentukan oleh perbuatannya. Jadi yang begini sudah pasti tidak bisa dijadikan patokan. Kalau mau melakukan, apapun hasilnya, ya dibawa santai.

Berjalan masuk ke Vihara Toa Se Bio, saya langsung meminta kesempatan sebentar untuk “Chiam Si” atau dalam bahasa Hokkian, disebut “Thiu Chiam“. Penjaga Vihara memberikan saya sebuah wadah tabung berisikan banyak bilah-bilah bambu bernomor. Saya juga diberikan dua bilah kayu berbentuk setengah lingkaran lonjong untuk melakukan “puak pue“.

Tata cara chiam si itu sederhana, kita berlutut di depan altar dewa sambil mengguncangkan wadah berisi bilah-bilah bambu. Dalam hati cukup menyebutkan nama, tanggal lahir, alamat dan apa yang ingin kita ketahui. Guncangan harus agak keras dan tidak lama, sebilah bambu akan terjatuh.

Biasanya nomor di bilah bambu yang jatuh itulah yang menjadi hasil ramalan kita. Tapi, di Vihara ini masih ada ritual “puak pue” tambahan. Puak pue ini sebenarnya mekanisme untuk memastikan bahwa bilah bambu yang jatuh memang diperuntukkan untuk kita. Saya mungkin tidak akan detail mengenai urusan puak pue. Hahaha. Bisa sangat panjang.

Hasilnya?
Saya dapat kertas nomer 32.

Setelah dicari dan saya berikan ke penjaga Vihara, beliau bertanya, “kamu shio apa?”
“Shio Anjing”, saya menjawab
“Tahun ini jangan ngapa2in deh, banyakin sembahyang, trus banyak buat kebaikan, bantu orang.”, diikuti dengan gelengan kepala dan tatapan kasian ke saya. Hahahaha.

Sambil menunjukkan sebuah kalender cina, si ngko melihatkan shio saya berada di urutan shio-shio yang bernasib tidak baik tahun ini.
Setelah imlek, peruntungan saya akan lebih baik, katanya.

Berikut penampakan ramalan nomer 32. Apesssss…

Nasib ku malang, nasib ku sayang...
Nasib ku malang, nasib ku sayang…

Bak Pao Ming Yen

Setelah berjalan lumayan, perut siap menerima isian lagi. Haha. Kali ini kita berhenti di sebuah restoran tidak jauh dari Vihara. Ada banyak menu makanan disini, tapi kami fokus makan “bak pao”! Suka sama bak pao ca sio-nya. Dagingnya lembut, manis, enaaaak.

Bak Pao di Restoran Ming Yen
Restoran Ming Yen

San Tong Kuo Tieh

Pemberhentian terakhir kami adalah kuo tieh di restoran “San Tong Kuo Tieh”. Kuo Tieh itu nama keren dari dumpling atau gyoza kalo jepang. Isinya lagi-lagi daging babi. Hahaha. Bisa pesan yang digoreng FULL, atau digoreng setengah. Kalo setengah, kuo tiehnya punya bagian yang soft dan bagian yang garing. Rasanya? Jangan ditanya, ENAK! Meja lain malah khusus memesan 2 piring besar kuo tieh buat dimakan begitu saja tanpa menu lainnya. Haha. Cool.

Kuo Tieh dan Sekba.
Kuo Tieh dan Sekba.

Dwika juga mesen sekba/usiang jiu alias jeroan babi buat di share rame-rame. Sebagai penikmat usus babi, saya kurang suka yang disini karena a bit smelly. Jadi akhirnya cuma makan yang ada dagingnya saja. Hehehe.
Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang lebih, kami ber-lima berjalan menuju halte transjakarta. That day, we all gained weight happily. This short culinary trip also prove that Jakarta is not all about shopping mall. ^^

Beberapa foto lain dari tour #VisitPetak9

Suasana diluar kopi es Tak Kie.
Suasana diluar kopi es Tak Kie.
Vihara Dharma Bakti
Vihara Dharma Bhakti
Gereja Katolik dengan arsitektur khas Oriental
Gereja Katolik dengan arsitektur khas Oriental
Kaset jadul. Beli bisa, playernya gak ada. Haha.
Kaset jadul. Beli bisa, playernya gak ada. Haha.
« »