Old Quarter adalah kawasan di Ha Noi dimana kebanyakan tujuan wisata untuk turis berada. Dengan berjalan kaki, tempat-tempat yang kita baca di website travel bisa dengan mudah dikunjungi. Hotel tempat saya menginap hanya berjarak 5 menit jalan kaki ke Hoan Kiem Lake. Danau terkenal di kota Ha Noi.
Dari rekomendasi temen saya lewat komentar di facebook dan info dari manager hotel, saya berjalan-jalan di sekitar Hoan Kiem Lake sambil menunggu malam. Saya ingin mengunjungi pasar malam di jalan Dong Xuan. Katanya hanya ada di akhir pekan dan rame banget. Dimana ada keramaian, disitu saya harus pergi. Apalagi pasar malam, pasti banyak makanannya! 😀
Aktifitas masyarakat kota Ha Noi di sekitaran danau yang juga dibuat taman sangat beragam. Mulai dari jogging, body building (yeeep, angkat besi dan sebangsanya di taman kota), tai chi, trus yang paling menarik, bermain foot shuttlecock atau dalam bahasa Viet Nam-nya đá cầu. Biasanya anak-anak muda yang bermain đá cầu akan membentuk lingkaran, kemudian shuttlecock akan ditendang terus bergantian supaya tidak jatuh ke tanah.
I didn’t took a photo of the foot shuttlecock game, so, I search you a youtube video instead. 😀
Berjalan hampir 2 jam dan menunggu pasar malam buka jam 19:30 wvh (waktu vietnam bagian hanoi) ternyata sangat melelahkan. Akhirnya kami memutuskan duduk di kursi yang ada diluar sebuah perusahaan tour and travel. Posisinya persis di sebuah perempatan.
Kawasan Old Quarter ini unik karena di akhir pekan, beberapa ruas jalan ditutup oleh petugas dan tidak boleh dilalui kendaraan bermotor. Jadi khusus untuk pejalan kaki saja. Sejak jam 7 malam, palang jalan mulai dipasang dan beberapa petugas mulai berdiri untuk berjaga, sembari meminta motor/mobil yang ingin melintas untuk berbalik arah.
Warga Ha Noi ternyata lebih galak daripada petugasnya! Kebetulan persimpangan tempat saya duduk itu adalah salah satu jalur yang ditutup. Selama 20 menit saya duduk disana, ada banyak sekali pengendara motor yang berdebat dengan petugas memaksa lewat. Ada yang berhasil, ada yang tidak.
Yang dibolehin lewat ada 2 jenis pengendara:
1. Wanita yang memelas
2. Ibu2/Bapak2 yang galak dan maju terus tidak peduli larangan 😀
Sisanya, harus mengambil rute memutar dan ada yang mengumpat. Hahaha. Saya dan salah satu petugas berbaju hijau saling pandang dan kita berdua tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepala. 😀
Malam semakin larut, kaki sudah kembali siap berjalan, kami akhirnya memulai petualangan di pasar malam Dong Xuan. Ga banyak yang bisa dibeli disini, at least buat cowo-cowo gak doyan belanja seperti saya. Yang dijual juga banyakan fashion untuk wanita. *no hope*
Petualangan kami cuci mata di pasar malam berakhir ketika kami tiba di ujung jalan. Disini pula lah kisah mendapatkan buah gratis dimulai. Here we go!
Diluar area pasar malam, setelah pembatas jalan, ada seorang Ibu penjual buah. Lebih seperti asinan/manisan gitu sih. Kami berjalan mendekat dan melihat koleksi buah-buahannya, ada dondong, ada nenas, ada entah buah apa, ada entah buah apa, ada entah buah apa lagi, sampe 6 jenis. 😀
“How much?”, saya bertanya ke Ibu penjual itu.
Dia memandang bengong ke saya, trus nanya seorang pria dibelakangnya.
“Mix everything, 60,000 dong“, kata pria berkacamata yang saya duga adalah suami yang dinikahi siri oleh si Ibu.
“Can I try first?“, saya meminta karena gak yakin buahnya manis.
Si Ibu, seperti lagi PMS, mengambil tusuk gigi trus menusuk sepotong kedondong (apa salak?) ke mulut saya.
“Asem nih dondongnya”, saya info ke Marto sebagai tanda jangan dibeli.
Akhirnya saya hanya membeli campur 4 jenis buah lain. Yang entah buah apa dan entah buah apa dan entah buah apa dan nenas. 😀
Seharga VND 40,000, saya kaget waktu si Ibu cuma kasih seiprit-seiprit dari masing-masing jenis buah. Nenas seiprit, entah buah apa seiprit, entah buah apa seiprit dan entah buah apa seiprit. *lama-lama gue disambit yang baca* 😀
Saya minta nambah, dia udah gak mau. Yo wis lah, sak karep mu.
Saya mulai merogoh saku untuk membayar manisan seiprit harga selangit ini.
Tiba-tiba spidey sense saya menyala dan melalui sudut mata, saya melihat sekelebat warna biru dan merah disertai bunyi sirine polisi.
Si Ibu yang tadinya gak banyak ngomong, tiba2 teriak, “bencooong!” (mungkin ini artinya polisi dalam bahasa Viet Nam. Becanda dink! :D) sambil berlari mengangkati keranjang buahnya ke dalam area pasar malam. Buahan yang entah apa dan entah apa dan entah apa sampe 5 jenis dan nenas itu jatuh-jatuh ke jalan, tapi dia gak peduli.
Yep, si Ibu jualannya di jalan raya. Menyalahi aturan wilayah berjualan. Kedatangan polisi bikin doi kaget setengah hidup.
Si suami nikah sirinya itu, juga lari kocar-kacir nyelametin sisa barang-barang lainnya. Kursi, baskom, termos, keranjang, kasur, lemari, tv, buku, tas sekolah, apa saja!
Kami pun menyingkir ke tempat aman. Takut didakwa bertransaksi dengan penjual ilegal.
Dengan uang di tangan, kami hanya ingin menyelesaikan transaksi dan pulang. Saya memanggil si Pria yang berdiri hanya berjarak 1 meter dari tempat kami berdiri. Dia diam seperti patung! Melihat ke atas, kiriii, kanaaan, ga mau merespon. Polisi memang masih disana.
Istrinya? Jongkok mematung sekitar 2 meter dari tempat kami berdiri.
Kami bingung harus bagaimana. Mau sampai kapan menunggu mereka mematung tanpa memberikan kepastian?
“Pergi aja yuk.”, Marto sudah bosan menunggu.
“Yuk”, saya mengiyakan disertai dengan tampang kaget Marto dan saya tertawa.
Kami putuskan menunggu lagi beberapa menit, tapi mereka masih mematung. Akhirnya kami sepakat untuk pergi saja. Sambil berjalan santai, kami meninggalkan keriuhan pasar malam, melewati 2 patung suami istri, melewati mobil polisi, berbaur dengan ratusan pejalan kaki diantara deru motor Ha Noi malam itu.
Menikmati buah gratis, kami dipastikan tidak akan kembali ke pasar malam Dong Xuan lagi.
Saya memutuskan tidak makan banyak-banyak buah yang seiprit itu. Kan katanya kalau makanan gak dibayar, nanti bisa sakit perut.
1 Pingback