“Ko, married kita yuk. Setelah itu, elu boleh cari cewe lain, bebas. Aku juga bebas cari cowo lain”
Tangan saya yang sedang mencubit roti canai seketika terhenti. Kalimat itu keluar dari wanita berusia 25 tahun.
“Ah gilak lu…”, saya balas sambil tertawa.
Ntah becanda, ntah serius, tapi itu kalimat yang saya ingat banget. Kalo dipikir-pikir lagi, seru ya… 😂
Lain waktu, saya mendengar ini dari seorang kenalan wanita berusia 30 tahun.
“Ko, aku pengen punya pasangan yang hidupnya beda kota aja. Dia dan aku punya status suami istri, tapi gak perlu barengan. Dia ada saat aku butuh. Aku ada saat dia butuh. Tapi gak usah tinggal satu kota”
Dalam hati saya, “hubungan macam apa itu? kok baru denger…” 😁
Lain hari, saya mendengar dari seorang wanita berusia 28 tahun.
“Aku ga mau punya anak ko, jadi kalo married, aku memilih child free. Anak adalah beban. Kewajiban yang akan kita punya seumur hidup. Dia dilahirkan, pun jadi sulit melalui kehidupannya. Buat apa membuat anak kita melalui semua itu?”.
Saya hanya mengangguk-angguk tanda memahami concern dia.
“Aku minta uang bulanan. Butuhnya minimal 25 juta per bulan. Blom termasuk tiket pulang pergi balik ke rumah orang tua. Sebulan sekali lah minimal”, ujar seorang wanita Independent.
Saya dengernya lumayan kagum, setidaknya dia tau jelas apa yang dia butuh.
“Yang jadi suami ku, harus bisa menuhin semua keinginan ku, ko. Ya kalo mau mobil, harus bisa beliin. Kalo dia blom punya duit, dia harus kasi tau bisa tercapai dalam waktu berapa tahun. Wajib bikin target…”
Lagi-lagi saya manggut-manggut sambil menikmati sepiring sate padang. Saya paham mengapa wanita muda di depan saya ini jadi marketing terbaik di bidangnya. Saya juga maklum jika kriteria suaminya seperti itu.
Membaca “tipe-tipe hubungan” di Internet pun, saya banyak menemukan pola-pola hubungan baru yang “tidak biasa”.
Manusia itu kreatif. Punya banyak cara untuk membuat hidup itu berbeda. Mereka ga suka satu hal, mereka ubah dengan cara yang gak disangka-sangka.
Tanpa judgement, begitu realita yang saya temui saat berkelana di dunia persilatan. Banyak ragam, banyak rupa. Tergantung kita, terbiasa sama yang mana.