Saya udah berdiri dari pagi dan jam makan siang juga belum tiba. Pegel banget berdiri terus dan ga bisa duduk. Pelanggan sepi tapi memang tidak tersedia tempat duduk disini. Mondar-mandir sambil sesekali mengangkat kaki sebelah bergantian, cukup bikin pegelnya berkurang.
Dari kejauhan saya hanya bisa menatap kursi porselin putih bercorak naga dan burung phoenix berjejeran ga bole didudukin.
Ini hari pertama saya bekerja sebagai penjaga di toko milik orang China di salah satu mall di Pekanbaru. Pekerjaan ini saya dapat dari referensi teman Vihara, beberapa bulan setelah saya pulang ke Indonesia. Yes, saya nganggur setelah tamat kuliah. Jomblo juga.
Pekerjaannya sederhana, cukup membantu pelanggan yang ingin membeli hiasan keramik China berkomunikasi dengan bos saya yang dari cungkok dan ora iso boso endonesah. Syaratnya bisa berbahasa mandarin. Bayarannya harian. Lumayan sih untuk menyabung nyawa. Kehidupan setelah kuliah dan gak ada kerja itu keras bung!
Flash back to years before i landed on that shopkeeper job, I found myself signing up to a Mandarin class.
Di tahun 90an, saat saya masih SMP, belajar bahasa Mandarin itu sebuah kejahatan. no, actually, i dont know if it was a crime tapi tidak ada kelas bahasa Mandarin yang dibuka secara resmi di Indonesia. Papa sempat masuk ke sekolah cina beberapa tahun sebelum akhirnya ditutup oleh Pemerintah di tahun 60an. Saya masih ingat buku catatan sekolah yg dia simpan, bersampul coklat yang sudah terlihat tua. Tersusun rapi tulisan tangannya dengan karakter Mandarin disana. Termasuk sebuah lirik lagu “Rayuan Pulau Kelapa” dalam bahasa Mandarin. Papa sempat menyanyikannya. It was amazing. 🙂
Dengan bersepeda bersama sepupu saya, sepulang sekolah, kita selalu pergi ke rumah laoshi (guru) untuk belajar bahasa pemersatu semua etnis Tionghoa itu. Yang bikin deg-degan kala itu bukan (hanya) anak perempuan laoshi yang putih dan cakep, tapi laoshi yang takut ketahuan kalo dia membuka kursus Mandarin. Jadi saya tidak bole bawa tas, buku catatan & text book harus dimasukkan di dalam baju. Harus rapat ga bole keliatan.
Laoshi juga akan celingak-celinguk ketika membuka pintu rumahnya. Untung saya ga harus hapal kode rahasia sebelum diijinkan masuk, seperti alfalfa dan geng ciliknya.
Tidak jarang laoshi akan bertanya, “tadi ada yang membuntuti kalian gak?”
“lah mana gue tau, guru!”, gumam saya dalem ati, tapi yang keluar adalah, “tidak kakak pertama! dunia persilatan aman!” 😀
I spent some good years learning Mandarin sebelum akhirnya berenti tanpa alasan.
Yang pernah belajar Mandarin pasti tau kalau Mandarin adalah bahasa yang tidak bersahabat.
Tidak bersahabat karna penuturannya harus tepat.
Tidak bersahabat karna kosa katanya yang sangat buanyaaak.
Tidak bersahabat karna urutan penulisan karakternya harus tepat.
Tidak bersahabat karna begitu jarang digunakan, kemampuan pasif akan hilang, sirna.
Bisa baca, bisa ngomong, raiso nulis!
Yang tersisa dari kemampuan menulis huruf Mandarin saya hanyalah kata 我爱你.
Artinya? Coba ditanyakan langsung ke saya.